[JAKARTA] Lima warga negara Indonesia (WNI) yang
ditahan di Penjara Admiralty West Prison Singapura, menolak melakukan banding,
karena proses dan kajian untuk hal itu akan memakan waktu lama. Hal ini disampaikan anggota DPD RI,
Djasarmen Purba, SH setelah menemui Duta Besar Indonesia di Singapura, Andri
Hadi. Anggota DPD RI asal Kepulauan Riau (Kepri) itu saat ini tengah
berada di Singapura untuk membebaskan 5 WNI yang ditahan di penjara
Singapura. “Mereka menolak untuk naik
banding, karena proses dan kajiannya akan memakan waktu lama,” kata Djasarmen
Purba di Kedutaan Besar RI di Singapura (19/1). Lima WNI mengharapkan
Pemerintah Indonesia
memberikan bantuan advokasi terhadap kasus yang mereka hadapi.
Dari hasil pertemuan antara Djasarmen dengan Andri Hadi, yang didampingi Sekretaris I KBRI, Fahmi Aris dan Konselor Fachry Sulaiman, diperoleh penjelasan bahwa pihak KBRI telah melakukan beberapa upaya, antara lain dengan mengusahakan banding atas putusan yang diterima ABK, namun mereka menolak. KBRI juga mengupayakan agar pada saat mereka usai menjalani hukuman, kelima ABK itu tidak di-black-list oleh otoritas Singapura, sehingga mereka dapat bekerja kembali sebagai ABK dengan rute Batam-Singapura. Sebelumnya, pada Rabu (18/1), Djasarmen Purba dan Aida Z Nasution Ismeth menemui keluarga WNI tersebut di Kota Batam.
Menurut para istri ABK tersebut, suami mereka tidak mengetahui kalau barang yang merupakan rokok itu bukan milik mereka tetapi milik kapten kapal. Para istri juga menyatakan kekecewaannya terhadap pihak perusahaan, yang tidak memberitahukan kabar tentang penangkapan suami mereka. Penangkapan itu baru diketahui dari surat yang dikirim oleh suami masing-masing. Menanggapi itu, Djasarmen mengatakan, DPD RI telah meminta KBRI di Singapura untuk memberikan bantuan hukum kepada mereka. Kelima WNI yang didakwa melakukan penyelundupan rokok tersebut, dihukum antara 18 sampai dengan 48 bulan. [PR/L-8] Internet (
Dari hasil pertemuan antara Djasarmen dengan Andri Hadi, yang didampingi Sekretaris I KBRI, Fahmi Aris dan Konselor Fachry Sulaiman, diperoleh penjelasan bahwa pihak KBRI telah melakukan beberapa upaya, antara lain dengan mengusahakan banding atas putusan yang diterima ABK, namun mereka menolak. KBRI juga mengupayakan agar pada saat mereka usai menjalani hukuman, kelima ABK itu tidak di-black-list oleh otoritas Singapura, sehingga mereka dapat bekerja kembali sebagai ABK dengan rute Batam-Singapura. Sebelumnya, pada Rabu (18/1), Djasarmen Purba dan Aida Z Nasution Ismeth menemui keluarga WNI tersebut di Kota Batam.
Menurut para istri ABK tersebut, suami mereka tidak mengetahui kalau barang yang merupakan rokok itu bukan milik mereka tetapi milik kapten kapal. Para istri juga menyatakan kekecewaannya terhadap pihak perusahaan, yang tidak memberitahukan kabar tentang penangkapan suami mereka. Penangkapan itu baru diketahui dari surat yang dikirim oleh suami masing-masing. Menanggapi itu, Djasarmen mengatakan, DPD RI telah meminta KBRI di Singapura untuk memberikan bantuan hukum kepada mereka. Kelima WNI yang didakwa melakukan penyelundupan rokok tersebut, dihukum antara 18 sampai dengan 48 bulan. [PR/L-8] Internet (
Tidak ada komentar:
Posting Komentar