Menggagas
”Kontak Politik”
untuk pilwako batam
Oleh: Djasarmen Purba, SH
Isu-isu mengenai pergantian kepemimpinan
daerah melalui sebuah proses pemilihan langsung wali kota Batam yang
direncanakan pada 5 Januari 2011, dalam beberapa waktu belakangan ini mendapat
tempat yang khusus dalam berbagai interaksi sosial politik masyarakat Kota
Batam.
Berbagai diskursus dalam ruang-ruang publik dipenuhi
berbagai wacana, mulai dari soal figur kandidat, kendaraan politik, anggaran
penyelenggaraan pilkada oleh KPUD, black
campaign, money
politics, dan berbagai wacana lainnya.
Namun sayangnya hingar-bingarnya perdebatan yang
berlangsung di tengah masyarakat tersebut tampaknya masih belum mampu membangun
hubungan programatik para calon kepala daerah itu dengan realitas sosialnya.
Perdebatan yang
berlangsung masih terbatas pada hal-hal normatif dan kepentingan politik sesaat
saja. Kalaupun perdebatan menyentuh program-program yang ditawarkan oleh para
calon wali kota, hal tersebut baru terbatas pada jargon jargon yang membius
tanpa makna.
Bahkan celakanya
jargon-jargon tersebut justeru menjadi alat bagi si calon untuk menyajikan
tontonan kepura-puraan belaka. Panggung-panggung politik yang disesaki
kampanye, brosur, pamflet, dan banner hanya mampu menjadi saksi bisu atas
pengingkaran sang pemimpin. Tontonan kepura-puraan tersebut pada akhirnya
melahirkan sikap trauma dan antipati rakyat terhadap para pemimpinnya.
Pilwako Batam yang
berlangsung di tengah merosotnya kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya,
menuntut setiap
calon wali kota Batam untuk melakukan
berbagai terobosan politik untuk mengembalikan kepercayaan tersebut. Janji-janji
politik yang diucapkan secara retoris di atas panggung kampanye telah
kehilangan keampuhannya. Para calon harus memberikan alternatif yang lebih menjanjikan
kepada rakyat.
Di antara berbagai
alternatif tersebut adalah ”kontrak politik” yang bersifat mengikat antara si
calon dan rakyatnya. Sebagaimana halnya pernah dilontarkan oleh seorang
pengusaha sukses di Batam. Merujuk pada pendapat Thomas Hobbes, kontrak sosial
atau kontrak politik itu terjadi karena empat hal yaitu, Pertama, ada fakta
bahwa mereka samasama memiliki kebutuhan dasar. Kedua, jikalau tidak cukup
barang-barang pokok untuk dibagi-bagikan, siapakah yang boleh memperolehnya?
Ketiga, adanya fakta berkekurangan.
Keempat, jikalau
kita tidak dapat berhasil dengan mengandalkan kekuatan sendiri, harapan apakah
yang dapat kita miliki? Dari pengertian ini, jelas apa yang dimaksud dengan
kontrak politik bertujuan untuk kebaikan bersama di antara pihak-pihak yang
menandatangani kontrak tersebut. Bagi si calon wali kota, sejatinya kontrak
politik adalah manifesto peneguhan sikap moral kepemimpinan dan kenegarawanan
untuk sungguh-sungguh dan penuh kejujuran atas detail klausa pengikatan diri dengan
rakyat. Kalau saja pemimpin berangkat dari semangat ini, maka kontrak politik
menjadi alternatif ideal atas upaya pencarian figur sang kandidat.
Sementara bagi
masyarakat kesepakatan kesepakatan tersebut merupakan salah satu instrumen bagi
masyarakat untuk menguji kesungguhan sang kandidat. Disamping tersebut kontrak
politik memberikan jaminan bahwa programprogram yang dijalankan oleh si calon
jika kelak terpilih akan benar-benar memiliki keberpihakan pada masyarakat.
Dalam perspektif Kota Batam, pemilihan wali kota pada 5 Januari 2011 nanti
merupakan momentum strategis karena bukan hanya prosedurnya (demokrasi
prosedural) dipilih langsung oleh rakyat sesuai hak politiknya, tetapi juga
dapat menjadi media kontrak politik para calon kepala daerah untuk menjamin hak
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat koat Batam.
Secara sederhana
ada beberapa point penting yang harus dipenuihi oleh tiap walikota terpilih
yaitu; menjadikan Batam sebagai kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade
Zone/FTZ), merubah status lahan Rempang-Galang, menurunkan angka penganguran
dan kemiskinan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tiap klausul (isi
kontrak) haruslah dibuat secara jelas dan terukur. Sehingga dengan demikian
akan jelas indikator bila sukses (tercapai) atau tidaknya. Kontrak politik soal
perubahan status lahan Rempang-Galang misalnya, harus jelas berapa lama Target
waktu yang ditetapkan untuk perubahan lahan tersebut. Hal lain yang perlu dari
sebuah kontrak politik disamping cara-cara pemenuhan kontrak, juga menyangkut
kesepakatan cara dan proses melakukan tuntutan jika sebuah kontrak gagal
dipenuhi oleh si calon wali kota yang menjanjikan sesuatu.
Misalnya jika si
wali kota terpilih tidak berhasil mewujudkan isi kontrak politik maka yang
bersangkutan bersedia turun ditengah masa jabatannya. Beberapa hal di atas
merupakan asas-asas berkontrak, yang akan memposisikan apakah sebuah kontrak
benar-benar memiliki kekuatan hukum, atau sekadar bermuatan norma sosial yang
sulit untuk “diklaim”.
Jika isi klausul kontrak politik ternyata banyak
mengandung hal-hal yang (secara hukum) kabur, tentunya hal ini adalah bentuk
dari upaya manipulasi. Karena itu, sebagai seorang demokrat sejati, setiap
calon wali kota Batam yang akan bertarung pada 5 Janurai 2011 nanti harus siap
dan bersedia melakukan kontrak politik, untuk membawa perubahan yang berarti
dan lebih baik atas nasib masyarakatnya. (dimuat di batam pos, tanggal 11 Oktober
2011) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar