Senin, 28 Januari 2013

Opini

Oleh: Djasarmen Purba.SH
Anggota DPD RI Asal Provinsi Kepri

Segera Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD) Kota Batam

Wilayah kota Batam secara geografis, hidrologis dan klimatologis memungkinkan terjadi berbagai ancaman bencana dengan risiko yang tinggi. Secara administratif kota Batam  meliputi 12 Kecamatan yang terdiri dari 74 desa dan kelurahan. Sebagian besar wilayahnya berada dalam kawasan rawan bencana baik yang berasal dari ancaman banjir, gelombang pasang/abrasi, kebakaran dan angin puting beliung. Keragaman ancaman bencana ini , tentunya memerlukan penanggulangan yang sistematis dan terpadu  sehingga mampu mengurangi tinggi risiko yang dihadapi.

Sejarah kebencanaan di kota Batam menunjukkan, akibat hadirnya ancaman yang menjadi bencana menimbulkan dampak yang cukup signifikan berupa  kerugian, kerusakan dan kehilangan aset kehidupan dan penghidupan baik masyarakat maupun pemerintah. Kerugian dan kerusakan  itu, setidaknya menyangkut beberapa aset antara lain; aset fisik dan infrastruktur, aset ekonomi, aset sosial, aset alam dan lingkungan, dan aset manusia. Sebagai contoh tahun 2013 di Kota Batam baru menginjak medio Januari, telah terjadi beberapa kali bencana seperti, Kebakaran dan terpaan Puting Beliung. Bulan-bulan berikutnya kita belum bisa mendeteksi bencana, semoga tidak terjadi seperti yang dialami Ibukota Jakarta saat ini., Tingginya ancaman dan resiko tersebut tidak diimbangi oleh sistem penanggulangan bencana yang memadai, terpadu, sistematis dan terencana.

Pengurangan risiko bencana sangat nyata tertuang dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menekankan tidak sekedar tanggap darurat semata, tapi meliputi tiga fase atau tahapan yaitu; fase pra bencana, fase saat tanggap darurat dan fase pasca bencana.

Penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: (1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; (2) penentuan status keadaan darurat bencana;                    (3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; (4) pemenuhan kebutuhan dasar;                    (5) pelindungan terhadap kelompok rentan; dan (6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: (1)  perbaikan lingkungan daerah bencana;            (2) perbaikan prasarana dan sarana umum; (3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;        (4) pemulihan sosial psikologis; (5) pelayanan kesehatan; (6) rekonsiliasi dan resolusi konflik;               (7) pemulihan sosial ekonomi budaya; (8) pemulihan keamanan dan ketertiban; (9) pemulihan fungsi pemerintahan; dan (10) pemulihan fungsi pelayanan publik.

Apa Itu BPBD

Kerja-kerja penyelenggaraan penanggulangan bencana seperti yang diamanatkan UU No.24/2007 mensyaratkan adanya institusi kelembagaan yang mampu melakukan kerja koordinasi, konsolidasi, komando dan pelaksana penanggulangan bencana. Berangkat dari kebutuhan institusi diatas, maka Undang-Undang mengamanatkan setiap daerah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). 

BPBD adalah sebuah lembaga khusus yang menangani Penanggulangan Bencana (PB) di Daerah, baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat nasional ada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB dan BPBD dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU 24/2007). Dengan adanya BNPB maka lembaga PB sebelumnya, yaitu Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB) dibubarkan (Pasal 82, ayat 2 UU 24/2007). Dengan demikian pembubaran Bakornas PB membawa implikasi juga dibubarkannya rantai komando/koordinasi Bakornas di daerah seperti Satuan Koordinasi Pelaksana Penangangan Bencana (Satkorlak PB) dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) bila nantinya sudah dibentuk BPBD.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi: (1) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan  efisien; serta (2) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Tugas BPBD yakni: (1) menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat,  rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara; (2)   menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; (3) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana; (4) menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; (5) melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya; (6) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap  sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana; (7) mengendalikan pengumpulan  dan penyaluran uang dan barang; (8) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan belanja daerah; dan (9) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Landasan Hukum

BPBD dibentuk oleh Pemerintah Daerah (Pasal 18, ayat 1 UU 24/2007); di tingkat provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib (Pasal 18, ayat 2a UU 24/2007) dan di tingkat kabupaten/kota BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa (Pasal 18, ayat 2b UU 24/2007). Pejabat setingkat eselon Ib di tingkat Provinsi dan pejabat setingkat eselon IIa di tingkat kabupaten/kota adalah setara dengan Sekretaris Daerah (Sekda).

Secara teknis pembentukan BPBD diatur dengan Permendagri 46/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD dan Perka BNPB 3/2008 tentang Pedoman Pembentukan BPBD. Payung hukum tertinggi pembentukan BPBD adalah UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Permendagri 46/2008 ini mengacu kepada Pasal 25 UU 24/2007, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (PP 41/2007), Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU 32/2004), Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (PP 38/2007), Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2008 (Permendagri 25/2008).

Sedangkan Perka BNPB 3/2008 mengacu pada UU 32/2004, UU 24/2007, PP 38/2007, PP 41/2008, PP 21/2008, PP 22/2008, PP 23/2008, Perpres 8/2008, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka BNPB 1/2008), Permendagri 46/2008.

Berdasarkan realitas tersebut, maka menjadi penting dan mendesak bagi pemerintah kota Batam untuk segera membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasi, mengkonsolidasi dan melaksanakan seluruh proses penyelenggaraan penanggulangan bencana di kota Batam.
Sebagaimana diketahui, Pemko Batam tidak bisa menerima dana/bantuan dari APBN untuk Penanggulangan Bencana, jika BPBD belum terbentuk.

Sepengetahuan penulis Pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kepri, telah beberapa kali mengadakan sosialisasi pada pejabat Pemko Batam agar membentuk BPBD, namun sampai saat ini tidak direspon.

Sebagaimana dilansir oleh Anggota DPRD Kota Batam, Asmin Petrus SH, menyatakan agar Pemko Batam segera membentuk BPBD. Menurut hemat penulis, jika Pemko Batam tidak/belum bersedia membentuk BPBD, sebaiknya DPRD Kota Batam memutuskan mengambil hak inisiatif Perda Pembentukan BPBD.
"Terbit Batam Post, 28 Januari 2013 hal. 6"

Kamis, 10 Januari 2013

Kunjungan Korban Kebakaran dan Angin Puting Beliung



HATI SAYA TERGERAK UNTUK MEMBANTU

 
Menyerahkan Bantuan kepada warga Korban Kebakaran
Bencana beruntun terjadi di Batam, yaitu Kebakaran di Kampung Rawasari RT 02 RW 04 Tanjung pinggir Sekupang dan Angin Puting Beliung menggoyangkan Kota Batam yang hanya terjadi selama 10 menit mendapat perhatian dari Djasarmen Purba. Beliau mendapatkan informasi langsung dari warga. “ saya masih di Jakarta kemarin ( Selasa, 7/1), ada warga yang menghubungi saya. Kejadian  Puting Beliung saya di hubungi oleh Pak Zeni Irawan sedangkan kejadian Kebakaran yang di Sekupang saya di hubungi oleh Pak Albert. Hati saya langsung bergerak untuk melihat kondisi para Korban” kata pak Djasarmen Purba, saat mengunjungi korban tersebut. Rabu (9/1).


Meninjau langsung lokasi kebakaran
Anggota DPD RI Komite II tersebut memberikan bantuan Beras dan Mie Instan kepada para Korban kebakaran yang di Sekupang dan memberikan Bantuan Materi kepada warga Korban Angin Puting Beliung. “ Saya melihat atap seng dari tempat tinggal warga beterbangan, agar cepat di perbaiki, saya memberikan bantuan dana berupa materi dan akan saya serahkan secepatnya kepada Lurah”




Meninjau Lokasi Angin Puting Beliung
Kedatangan Pak Djasarmen ke Lokasi Korban Angin Puting Beliung tersebut disambut baik oleh warga dan Lurah Batu merah Ibu Dra Elfitri Gustati dan anggota Babinsa kelurahan Batu Merah Pak Zainal Abidin. Salah satu dari warga korban Angin Puting Beliung yaitu Yanis mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pak Djasarmen atas bantuan yang diberikan. Pak Djasarmen Purba mengatakan agar bantuan yang diberikan tidak dilihat dari nilainya dan pak Djasarmen juga berharap ada orang lain yang memberikan bantuan agar lebih cepat bisa ditempati oleh warga korban Angin Puting Beliung.

Sementara tiga rumah yang ludes terbakar di Kampung Rawasari, untuk saat ini masih menumpang di tempat saudaranya. Semua harta benda ludes terbakar termasuk Ijazah, Akte lahir dan surat – surat berharga lainnya. “ kami sangat berterima kasih banyak atas kedatangan bapak yang peduli dan mau membantu meringankan beban kami” kata Mikael Feus Korban Kebakaran.
" Tribun Batam, 10 Januari 2013, Hal 6"

Rabu, 09 Januari 2013

Opini





2013: TAHUN ULAR, TAHUN POLITIK
Oleh Djasarmen Purba.SH
Anggota DPD RI Asal KepriKomite II

 

Djasarmen Purba SH

Dalam mitologi Cina, tahun 2013 adalah Tahun Ular, yang dimulai pada tanggal 10 Februari 2013 dan berakhir 30 Januari 2014. Ular tanda keenam dari shio Cina, yang terdiri dari 12 tanda binatang. Karakteristik menonjol di tahun ular: sadar, menawan, licik, elegan, misterius, penuh gairah, bangga, tenang, dan sia-sia.

Karakter ular sangat dekat/identik dengan para politisi, karena itu sebagian kalangan mengangap tahun 2013 adalah tahun politik. Para pengamat politik memprediksi, pada tahun ini situasi politik nasional maupun domestik akan jauh lebih dinamis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Dalam proses demokrasi tahun 2013 seringkali disebut sebagai tahun pemanasan “warming up” menjelang pemilu yang akan diselenggarakan tahun 2014.  Pada masa-masa ini manuver-manuver politik dari berbagai kelompok membuat suasana politik menjadi begitu hiruk-pikuk.

Sebenarnya jika kita perhatikan, tahapan pertama pelaksanaan pemilu legislatif sudah mulai Oktober 2012 lalu, ketika KPU menerima pendaftaran partai politik peserta pemilu. Keributan politik pun sudah mencuat: di satu pihak, sejumlah partai politik protes merasa diperlakukan tidak adil; di lain pihak, KPU, Bawaslu dan DKPP bertikai untuk merebut panggung politik. Sepanjang tahun 2013 ini, hiruk-pikuk politik ini diperkirakan akan semakin naik suhunya dan persaingan partai politik bakal lebih keras dan dinamis. Partai Politik akan menguras energi untuk merebut suara rakyat. Aktivitas Politik yang marak itu diduga akan menimbulkan aksi atau konflik bahkan Wakil Presiden, Budiono berujar, jangan sampai terjadi kegaduhan Politik yang membuat bahtera rusak. Sebagaimana diketahui berkisar  Tanggal 07 Januari 2013 pengumuman Partai Politik yang lolos danVerifikasi, pada Tanggal 11 Januari 2013  di mulai pencabutan nomor urut Partai Politik,. Bulan April proses pengambilan formulir dan pengajuan daftar nama Caleg ke KPU. Bulan Juni diumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Bulan Juli / Agustus diumumkan Daftar Calon Tetap ( DCT).

Pemilu 2014 terdiri dari dua rangkaian pemilu: pertama, pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, dan dilanjutkan; kedua, pemilu presiden untuk memilih presiden dan wakil presiden. 

Jika 2013 saja sudah disebut tahun politik, 2014 yang merupakan tahun puncak pemilu, tentu juga disebut tahun politik. Hari H pemilu legislatif jatuh pada April 2014, pemilu presiden putaran pertama pada Juni 2014, dan jika diperlukan pemilu presiden putaran kedua dijadwalkan pada Agustus 2014. Dengan demikian, dalam kurun lima tahun sekali, kita punya dua tahun politik. 

Di level politik nasional, tahun 2013 diperkirakan akan semakin dinamis karena mobilitas parpol mempersiapkan diri menghadapi pemilihan umum legislatif (Pileg) maupun pemilihan umum presiden (Pilpres) 2014. Dinamisasi dan akselerasi politik itu tak hanya di level parpol. Para calon anggota legislatif (Caleg) dan calon presiden (Capres) tak kalah sigap dan manuvernya kian menggeliat di tahun 2013, terutama capres yang telah diputuskan partainya sebagai jagoan. seperti Aburizal Bakrie (Golkar), Letjen Purn Prabowo Subianto (Gerindra), Jenderal Purn Wiranto (Hanura), dan lainnya.

Di level partai pun dipastikan gerakan politiknya makin kencang. Sejumlah survei menempatkan posisi Partai Demokrat diperkirakan tak secemerlang pada Pemilu 2009. Sejumlah partai Islam, seperti PPP, PKS, PKB, dan PAN (pada tataran tertentu) diperkirakan performance dan kinerja politiknya makin meredup. Partai Islam dinilai makin surut kiprahnya, partai yang belum mampu menjadi lokomotif perubahan. Partai Islam lebih banyak dipandang sebagai follower (pengikut) dan dealer perubahan yang digerakan partai berpaham Nasionalis Religius. 

Meski aktor utama dari tahun politik adalah para politisi, namun kegaduhan politik yang ditimbulkan oleh persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan politik. Namun dampaknya cukup luas memengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Para pelaku bisnis biasanya akan menunda semua agendanya sampai hasil pemilu jelas; para birokrat menahan diri tidak segera merealisasikan berbagai kebijakan karena khawatir ganti pejabat ganti kebijakan; bahkan para seniman dan pelaku dunia hiburan pun menunda jadwal tayang dan pentas, menunggu situasi tenang.

Bersamaan dengan pendaftaran partai politik peserta pemilu, Oktober lalu misalnya, semua pengurus partai politik yang menjadi anggota DPR, turun aktivitasnya. Mereka lebih terpanggil melaksanakan perintah partai politik untuk menyukseskan verifikasi daripada menghadiri rapat-rapat DPR. 

Itu baru masa pendaftaran partai politik peserta pemilu. Sudah bisa kita bayangkan kesibukan mereka pada masa pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, hingga pelantikan. 

Lepas pemilu legislatif, mereka sibuk lobi-lobi koalisi pencalonan presiden, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara pemilu presiden. Semua mestinya berakhir pada Oktober 2014 saat mana presiden dan wakil presiden terpilih dilantik. Namun masih ada kesibukan tersisa yang tak kalah menyita waktu: negosiasi kursi kabinet.

Dalam berbagai kesempatan pada Sidang-sidang Kabinet Paripurna, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) senantiasa mengingatkan para menteri untuk bekerja dan terus fokus serta mengutamakan tugas negara di atas segalanya.

Pada Sidang Kabinet 17 Oktober 2012 di Kantor Presiden,  SBY kembali mengingatkan bahwa tahun depan, tahun 2013, sudah akan diwarnai oleh tahun politik, tahun pemilihan umum. Sehingga menurut Presiden SBY dalam sisa dua tahun terakhir ini, sampai dengan 2014 ini diperlukan langkah ekstra dari jajaran pemerintah utamanya kabinet untuk betul-betul menyukseskan apa yang telah menjadi rencana dan program KIB II.

Para pembantu presiden merupakan pilar-pilar yang menyangga seluruh visi dan misi presiden. Oleh karena itu sudah selayaknya setiap menteri berkomitmen dan terus berorientasi pada kepentingan negara di atas segalanya agar mampu menjamin momentum pertumbuhan ekonomi dan agenda-agenda pembangunan yang lebih efektif dan fungsional untuk kepentingan rakyat di berbagai bidang.

Mudah-mudahan tahun 2013 yang dianggap sebagai tahun ular yang bersifat licik, elegan, misterius, dan penuh gairah, namun tidak membuat kegaduhan politik tersebut sampai mempengaruhi dinamika dan akselerasi perekonomian masyarakat.

Dalam konteks ini, kita selayaknya meniru negara Jepang. Kendati kerapkali diterpa proses suksesi kepemimpinan yang tak gradual dan bongkar-pasang kabinet (Sistem Parlementer), tapi negara itu tak pernah diterpa krisis politik bersifat akut dan chaos. Politik jalan di relnya sendiri, demikian pula dengan ekonomi bergerak di kanalnya sendiri. Semoga.!!
(dimuat di Batam Pos,Tanggal 07 Januari 2013, Hal 2).***